Jumat, 22 Desember 2017

Tulisan Dipenghujung 22 Desember


Setelah beberapa bulan terakhir jarang banget sakit, Qodarullah hari ini aku sakit dan aku putuskan full istirahat di rumah. Tapi rasanya keinginan buat nulis tetep ada ya, Alhamdulillah. Meski awalnya bingung mau nulis apa tapi tetiba inget hari ini tanggal 22 Desember yang bertepatan dengan Hari Ibu.

Mulai dari pagi sampe barusan hari udah malem, seluruh media sosial diramaikan dengan postingan ucapan selamat hari ibu. Di satu sisi aku seneng bahwa betapa kedudukan seorang ibu begitu tinggi hingga ditetapkan satu tanggal untuk memperingatinya, tapi di sisi lain aku amat sangat berharap bahwa hari ibu nggak cuma hari ini aja tapi setiap hari.

Bicara tentang ibu nggak akan lepas dari sosok wanita. Bukan cuma tentang seorang wanita yang udah menikah dan jadi seorang ibu buat anak-anaknya tapi juga tentang wanita yang suatu saat akan menikah dan bakalan jadi seorang ibu pula.

Semua orang pasti tau banget kalo jadi seorang ibu adalah hal yang nggak mudah. Untuk seorang ibu yang jadi ibu rumah tangga sekaligus berkarir di luar rumah, maka manajemen waktu, pikiran, tenaga dan lain sebagainya pasti bener-bener harus dipikirkan sesuai porsinya masing-masing. Tapi jangan pula ngeremehin seorang ibu yang full jadi ibu rumah tangga aja, 24 jam berada di rumah dengan segala kondisi di dalamnya. Para ibu rumah tangga yang juga berkarir maupun yang full di rumah sama-sama hebat, mereka menghadapi segala tantangannya masing-masing menurutku.

Terkadang ada perasaan cemas dibenakku apakah suatu hari nanti aku bisa menjadi ibu yang baik untuk keluarga dan anak-anakku ataukah tidak. Rasanya terlalu banyak hal yang belum mampu aku lakukan. Mungkin itulah kenapa akhirnya aku tersadar bahwa menjadi seorang ibu adalah posisi paling hebat menurut pendapatku.

Menjadi seorang ibu di akhir zaman seperti saat ini, menurutku seorang ibu tak cukup hanya mahir dalam mengurusi segala keperluan rumah tangga saja, tapi juga harus mahir dalam mengokohkan aqidah putra-putrinya. Hanya itu? Enggak. Nyatanya dalam cara mendidik pun harus berhati-hati karena seorang ibu adalah madrasah pertama bagi putra-putrinya.

Kilas balik sejenak, tentang perjalanan hidup yang aku lalui mungkin juga adalah bagian dari persiapan untuk masa depanku. Dimulai dari aku yang pernah berprofesi sebagai pengajar yang terkadang betapa aku ngerasa lelah yang amat sangat karena selain tugasku mengelola kelas aku harus menyelesaikan tugas-tugas lainnya. Bandingkan dengan seorang ibu yang 24 jam mengurusi rumah dengan segala keadaannya, maka aku harus bersiap dengan itu. Lalu terkadang liat berbagai karakter anak sesuai dengan didikan orang tuanya atau liat cara orang tua memperlakukan anaknya di depan umum, ada yang bikin kita takjub ada juga yang bikin miris, dari hal itu pula lah aku makin tersadar bahwa mendidik anak nggak bisa asal-asalan. Menjadi seorang ibu dibutuhkan amat banyak ilmu, ada ilmu yang bisa kita persiapkan jauh-jauh hari dari sebelum kita benar-benar jadi seorang ibu, ada juga pengalaman yang mungkin akan dijadikan sebuah hikmah atau pelajaran saat kita benar-benar sudah menjadi seorang ibu kelak.

Terakhir, mungkin ini lebih kepada sebuah cita-cita. Betapa aku sangat berharap bisa menjadi seorang ibu yang bisa meraih pendidikan setinggi-tingginya apapun profesiku kelak, pun berharap semoga suatu hari nanti anak-anakku pun bisa memiliki pendidikan lebih tinggi dariku. Karena menurut pandanganku, menuntut ilmu dan menjadi seorang ibu adalah dua profesi yang amat sangat mulia, yang semoga dengan cara itu bisa semakin mendekatkanku pada Sang Maha Pencipta, dan menjadi tabungan kebaikanku untuk di akhirat kelak. Aamiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lima Tantangan Ramadan yang Ingin Aku Jadikan Kebiasaan

Tiap bulan ramadan tiba rasanya senenggg banget. Seneng karena masih diizinkan Allah SWT ketemu sama bulan ramadan lagi. Waktu bergulir, kir...