Indonesia selain kaya akan budaya tetapi juga memiliki
banyak cerita rakyat dari berbagai daerah. Misalnya saja Sangkuriang, sebuah
cerita rakyat yang berasal dari Jawa Barat yang konon menjadi asal muasal
terjadinya Gunung Tangkuban Parahu. Siapa yang tak tahu cerita Sangkuriang? Dari
zaman SD rasanya kita sudah sering disuguhkan ceritanya melalui buku-buku. Dulu
aku berpikir, rasanya akan lebih menarik jika menyaksikan ceritanya melalui
sebuah drama. Ternyata minggu lalu aku bisa menyaksikannya.
Minggu lalu tepatnya hari Sabtu 12 Mei 2018, aku bersama
teman-teman blogger menghadiri sebuah acara drama musikal Sangkuriang yang
dipersembahkan oleh Bandung Independent School (BIS) yang bekerja sama dengan
The Lodge Foundation. Acara ini diadakan dalam rangka 45th BIS Anniversary
Celebration yang berlokasi di kawasan Bandung Independent School sendiri, yaitu
di Jalan Surya Sumantri No.61 Kota Bandung. Ternyata selain drama musikal, akan
ada juga fashion shownya. Jujur aku baru tahu kalo di Bandung ada sebuah
sekolah internasional (yaah ketauan deh dulunya jarang kemana-mana).
Pulang dari kantor aku langsung menuju ke BIS dengan
berbekal google maps dan ojek online. Sempet nyasar sampe harus putar balik,
tapi akhirnya ketemu juga sekolahnya. Tepat saat aku tiba di depan gerbang
sekolah hujan pun turun. Dengan sedikit berlari aku mencari auditorium tempat
acara tersebut akan berlangsung yang ternyata berada di lantai dua. Ternyata
sudah ada dua teman-teman blogger yang sudah tiba disana. Kami pun disambut
oleh para staf Bandung Independent School dengan sangat ramah. Setelah
melakukan registrasi kami beranjak ke mushola terlebih dahulu, kira-kira masih
ada 10 menitan lagi sebelum acara dimulai. Sejenak aku memperhatikan lingkungan
sekolah ini, ternyata sangat rapi dan bersih. Rasanya nyaman sekali berada
disini. Tepat pukul 15.30 WIB kami langsung menuju auditorium karena
berdasarkan jadwal acara memang akan dimulai pukul 15.30 WIB. Nggak disangka
ternyata di dalam auditorium sudah banyak sekali penonton yang hadir, MC juga
sudah berdiri di depan menyambut para penonton. Waaaw kereeeen... BIS on time
banget!! Kami langsung mencari tempat duduk terdekat, beruntung kami mendapat
tempat duduk di barisan ketiga dari depan sehingga bisa menyaksikan drama lebih
dekat. Sebelum drama benar-benar dimulai, MC mengajak semua penonton mengikuti
kuis terlebih dahulu dengan bahasa inggrisnya yang sangat fasih. Ya gimana
nggak fasih, MC nya orang luar negeri asli lho!!
 |
Mr. MC |
Acara dimulai dengan suara merdu tiga ibu cantik yang
menyanyikan sebuah lagu. Kok jadi inget Tiga Diva Indonesia ya? Hehehe.. Selain
terhanyut dalam suara merdu ketiga ibu cantik ini, aku dibuat terpukau juga
dengan kostum yang digunakannya. Kain-kain khas Indonesia dengan desain
kekinian tapi tetap nggak melupakan ciri khasnya masing-masing.
 |
tiga ibu cantik bersuara merdu |
Kemudian dilanjutkan dengan fashion show terlebih dahulu
yang menampilkan beragam kain-kain Indonesia yang didesain dengan sangat
cantik. Karena aku suka fashion, jadinya malah terpesona sendiri sama
desain-desainnya. Rasanya pengen banget melihat lebih dekat gimana detail
desain dan bahan kain yang digunakan.
 |
fashion show yang diperagakan oleh para staf dan orang tua siswa BIS |

Kemudian tibalah ke inti acara yaitu drama musikal
Sangkuriang. Drama dimulai dengan sebuah narasi tentang sejarah nun jauh
sebelum Sangkuriang dilahirkan. Yakni ketika seorang raja yang sakti dan
istrinya dikaruniai seorang putri yang kemudian diberi nama Dayang Sumbi. Dayang Sumbi tumbuh menjadi seorang putri yang sangat cantik sehingga banyak
sekali yang ingin memperistrinya. Untuk menghindari pertikaian, Dayang Sumbi
memutuskan menjauh dari istana dan hidup sendiri di sebuah hutan. Suatu hari
ketika Dayang Sumbi sedang menenun, benang tenunnya jatuh sehingga Dayang Sumbi
menjanjikan sesuatu kepada siapapun yang menolongnya mengambilkan benang tenun
tersebut. Apakah janjinya tersebut? Jika si penolong seorang wanita maka akan dijadikan
saudara, namun jika laki-laki akan dijadikan suami. Tak disangka ternyata yang
menolongnya adalah seekor anjing. Dayang Sumbi tak bisa berbuat apapun karena
ia sudah terlanjur berjanji. Belakangan Dayang Sumbi mengetahui ternyata seekor
anjing bernama Si Tumang tersebut ialah seorang dewa rupawan yang tengah
dikutuk ke bumi dengan berwujud seekor anjing. Singkat cerita Dayang Sumbi dan
Si Tumang memiliki seorang anak laki-laki bernama Sangkuriang. Namun hingga ia
dewasa Sangkuriang tak pernah tahu jika Si Tumang adalah ayahnya. Hingga suatu
ketika saat tengah berburu di hutan, Sangkuriang membunuh Si Tumang karena
kekesalannya. Dayang Sumbi yang akhirnya tahu bahwa Sangkuriang telah membunuh
Si Tumang memukul dahi Sangkuriang hingga berbekas. Sangkuriang yang tidak
memahami kemarahan sang ibu memutuskan untuk pergi dari ibunya. Sementara Dayang
Sumbi berjanji tak akan pernah lagi memakan daging yang menyebabkannya tetap
cantik dan awet muda.

Cerita berlanjut ketika Sangkuriang telah dewasa. Hingga akhirnya
ia bertemu dengan seorang wanita cantik yang tak lain adalah ibunya, Dayang
Sumbi. Namun sayangnya Sangkuriang tidak mengenali bahwa wanita tersebut ialah
ibunya. Begitupun dengan Dayang Sumbi yang tak mengenali Sangkuriang hingga
akhirnya Dayang Sumbi melihat bekas luka di dahi Sangkuriang. Sangkuriang yang
tak mempercayai bahwa Dayang Sumbi adalah ibunya bersikeras ingin tetap
menikahinya apapun yang terjadi. Dayang Sumbi terpaksa mengajukan sebuah syarat
yang amat sulit agar Sangkuriang gagal menikahinya. Yaitu membuat danau dan
sebuah bahtera hanya dalam waktu semalam sebelum matahari terbit. Tak disangka
Sangkuriang menyanggupinya. Dengan bantuan para jin hampir saja Sangkuriang
dapat menyelesaikan syarat yang diajukan Dayang Sumbi, namun berkat do’a Dayang
Sumbi dan bantuan para peri akhirnya Sangkuriang telah gagal karena di ufuk
timur terlihat seakan matahari sudah terbit. Sangkuriang yang marah akhirnya
menendang bahtera yang telah dibuatnya yang kini kita kenal dengan Gunung
Tangkuban Parahu.


Itulah cerita tentang Sangkuriang. Dari segi cerita tetap
sama seperti cerita Sangkuriang aslinya. Tapi ada yang berbeda dan membuatnya
menjadi menarik dalam drama musikal Sangkuriang yang dipersembahkan BIS ini. BIS
telah menyuguhkan serangkaian acara fashion show dan drama musikal ini dengan
sangat apik. Dimulai dari fashion show, para peraga busana ternyata tak lain
ialah staf dan orang tua siswa BIS sendiri. Kemudian dalam drama musikal
Sangkuriang sendiri pun, para staf, guru, hingga siswa BIS turut serta dalam
acara ini. Tak disangka pemeran Dayang Sumbi ternyata ialah Narda Virelia,
Runner Up I Miss Indonesia 2018 yang tak lain ialah alumni BIS juga. Narda
Virelia menguasai empat bahasa dan terampil menari tarian tradisional
Indonesia. Wah.. pantas saja Narda terlihat begitu luwes ketika memerankan
tokoh Dayang Sumbi. Sementara pemeran Sangkuriang ternyata ialah kepala sekolah
BIS yakni Mr. Chris Toomer. Ada juga hal menarik lainnya, para jin yang
membantu Sangkuriang saat membuat bahtera, diawal kehadirannya sempat membuat
para penonton kaget. Gimana nggak, dengan kostumnya yang menyeramkan mereka menghampiri
para penonton terlebih dahulu. Mungkin kalo penontonnya semua berusia anak-anak
pasti bakal lebih seru karena pada jerit-jerit, tapi karena sebagian besar
penontonnya berusia dewasa jadinya bukan takut tapi malah minta selfie. Tapi tetap saja bikin kaget karena jumlah
mereka yang terhitung banyak. Oh ya, tak lupa siswa-siswa BIS yang mahir memainkan
alat-alat musik tradisional yang mengiringi selama drama berlangsung. Walaupun mereka
bersekolah di sekolah internasional, tapi mereka tetap mahir memainkan
alat-alat musik tradisional ya.


 |
siswa-siswa BIS yang memainkan alat musik tradisional |
Acara ini sangat berkesan, dimulai ketika awal acara saja
sudah membuatku terkesan karena BIS sangat tepat waktu. Selama acara
berlangsung pun rasanya tak ada kekurangan sedikitpun hingga acara ini berjalan
sangat lancar hingga akhir acara. Rasanya jadi pengen berkunjung ke BIS lagi
untuk mengenal lebih dekat tentang BIS. Acara ini disponsori oleh Bank Mandiri,
Bank UOB, Kartika Sari, Bank BTN, K-Lite 102.1 FM, Purbasari, Crowne Plaza, dan
Intercontinental.
Sekilas Tentang Bandung Independent School
Seandainya aku nggak ikutan menghadiri drama musikal ini
bersama teman-teman blogger, mungkin aku nggak akan tahu kalo di Bandung ada
sebuah sekolah Internasional bernama Bandung Independent School. Padahal sekolah
ini sudah berusia 45 tahun!! Ah ini mah fix aku nya aja yang kuper, hihihi..
Akhirnya sebelum berangkat menyaksikan drama musikal ini, aku browsing dulu
tentang Bandung Independent School. BIS merupakan sebuah lembaga non profit
yang didirikan pada tahun 1972, awalnya bernama Bandung International School. Bahasa
yang digunakan sudah pasti bahasa inggris. Program yang disediakan BIS mulai
dari jenjang usia dini hingga SMA, yang lebih menarik ternyata jenjang SMA di
BIS ini cukup dua tahun saja namun setelah lulus dapat setara dengan jenjang
Diploma 1. Para staf, guru dan siswanya sendiri berasal dari berbagai negara. Dalam
satu kelas hanya terdiri dari maksimal 20 siswa, pasti kegiatan belajar
mengajarnya sangat kondusif ya. Sebagian besar lulusan BIS diterima di berbagai
universitas bergengsi di berbagai penjuru dunia, misalnya saja Narda Virelia
sang pemeran Dayang Sumbi yang merupakan lulusan University of Nottingham.

Sekilas Tentang The Lodge Foundation
Mendengar The Lodge Foundation aku langsung teringat The
Lodge Maribaya, sebuah kawasan wisata di Lembang. Sebelum berangkat menyaksikan
drama musikal ini, aku sempat browsing dulu nyari info tentang The Lodge
Foundation. The Lodge Foundation adalah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang
lingkungan, sosial, budaya, dan pendidikan. Didirikan pada tanggal 22 April
2016, The Lodge Foundation telah melakukan berbagai aktifitas konkrit yang
melibatkan berbagai komunitas diantaranya memperingati Hari Bumi Internasional,
mengadakan gerakan bersih sampah di kawasan hutan Tahura dan Desa Maribaya,
serta menggelar bazar sampah barter sembako dalam upaya merevitalisasi
aktifitas empat bank sampah binaan The Lodge Foundation dan The Lodge Maribaya.
The Lodge Foundation telah membentuk komunitas sendra tari “Nuwala” dalam
rangka mengembangkan dan mengaktualisasi budaya lokal. The Lodge Foundation
juga telah memberi beasiswa kepada sepuluh anak di Cibodas dalam rangka
mendukung generasi muda untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih baik. Dan masih
banyak lagi sederet upaya lainnya yang dilakukan oleh The Lodge Foundation
dalam mendukung masyarakat dan lingkungan untuk terus menjadi lebih baik lagi.
