Detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun. Aku mendapati semuanya berganti. Menyaksikan sekelilingku berubah entah banyak ataupun sedikit. Lalu melihat ke dalam diri bahwa akupun secara sadar telah beranjak dan tak lagi berdiam di tempat yang sama.
Pikiranku melayang, sejenak kilas balik. Kala itu, menyadari bahwa waktu memang berjalan tiada henti. Seketika itu pula aku berharap untuk dipertemukan kembali dengan satu hari yang selalu kunanti di tahun-tahun berikutnya. Kemudian aku berpikir, kenapa aku begitu menantikan hariku? Jawabannya ada dalam diriku sendiri. Karena aku menyadari bahwa Allah SWT begitu menyayangiku, maka aku pun menyayangi diriku lebih dari apapun.
Masih melayangkan pikiranku ke masa-masa yang lama telah kulalui. Mengingat kembali bahwa aku pernah berada di masa-masa terendahku, rasanya begitu lama aku jalani. Berada ditengah keramaian namun nyatanya kala itu aku menangis sendirian. Namun itu tak selamanya, karena berikutnya Allah SWT memberiku begitu banyak kebahagiaan. Lagi dan lagi, Allah SWT terus memberiku banyak kemudahan. Benarlah apa yang dituliskan dalam Al-Qur’an. Mengingat itu semua, kali ini aku kembali menangis, namun bukan menangis karena kesedihan, tapi karena karunia-Nya yang luar biasa untukku.
Seketika tersadar dari lamunan. Kini aku terus melanjutkan hidupku. Kemudian menyadari bahwa perjalananku di dunia mungkin akan membentang, atau mungkin malah singkat. Maka aku memenuhi pikiran dengan prasangka-prasangka baik pada Allah SWT. Belajar dari perjalanan yang telah aku lalui, aku berdamai dengan berbagai proses yang tentunya berbeda-beda.
Perasaanku tak selalu sama. Ditengah waktu yang terus berlalu, terkadang aku merasa hanya waktuku lah yang seakan terhenti. Tapi seringkali Allah SWT memberiku jawaban bahwa jalan yang ku miliki adalah yang terbaik. Hingga aku mampu meyakini bahwa apa yang ku genggam kini adalah kebahagiaan yang Allah SWT berikan untukku.
Mensyukuri dengan caraku sendiri. Aku merancang kebahagiaanku, dan mengukirnya lebih dalam lagi. Ratusan hari sebelum hari ini, ada banyak harap yang kutulis dalam lembar harianku. Puluhan hari sebelum hari ini, sebagian harap mulai menjadi nyata, sebagian lainnya ada yang kurelakan sirna. Hingga akhirnya hari ini pun datang kembali. Satu hari diantara tiga ratus enam puluh lima hari yang kunanti.
Ah, tapi rasanya entah aku yang menanti, atau malah aku yang bergerak mendekati. Hingga aku bertemu kembali dengan hariku, satu hari dimana rasanya semesta sepenuhnya berinteraksi denganku.
Pagi buta aku membuka mataku. Menyiapkan apa yang jauh-jauh hari telah aku rancang dalam sunyi. Melangkahkan kaki ketika mentari mulai menyinari. Menghirup udara pagi dengan penuh kelapangan akan kemungkinan jika hari ini tak sesuai dengan rencana. Tahukah? Ternyata tiba-tiba takdir memberiku kejutan untuk menapakan kaki di tempat aku dilahirkan, hari ini, di tanggal dan bulan yang sama, meski tentu tahun yang berbeda karena aku terus beranjak dewasa. Merasakan kembali suasana tempat yang nun jauh di lubuk hati kenapa rasanya aku seperti pulang ke kampung halaman. Entahlah.
Usai dengan kejutan membahagiakan, aku kembali berjalan untuk mempersiapkan yang kusebut dengan ‘masa depan’. Kemudian kembali pada realita harian tempatku berjuang. Hingga senja tiba, kuputuskan untuk menepi di sudut ruang. Menikmati segelas arabika dengan sedikit rasa manis. Menuliskan kalimat demi kalimat cerita ini. Hari ini aku ingin menikmati hariku seorang diri. Tak lupa mensyukuri bahwa ternyata hari ini berjalan sungguh sesuai dengan apa yang aku inginkan.
Hai, satu hari diantara tiga ratus enam puluh lima hari yang kunanti. Esok bukanlah hariku lagi. Jadi bolehkah aku kembali mengajukan harap? Agar aku dipertemukan kembali denganmu di tahun-tahun berikutnya dengan kebahagiaan menyertai. Namun jika aku kembali menemui bebatuan terjal dalam perjalananku, aku akan berusaha agar diriku jauh lebih kuat dari sebelumnya. Semoga kita bisa bertemu kembali, lebih lama lagi. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar