Beberapa tahun yang lalu pernah berada di lingkungan kerja yang kusebut toksik. Terlalu banyak yang bergosip, pendapat yang nggak pernah didengarkan, tekanan kerja yang kian bertambah, mencampuri urusan pribadi yang padahal nggak ada hubungannya dengan pekerjaan, dan permasalahan lainnya. Pengen teriak rasanya saat itu.
Sebagian orang berkata, “ya udah disyukuri aja, ya udah jangan dipikirin, masih banyak orang yang nggak seberuntung kita, masih banyak orang yang ujiannya lebih berat dari kita”. Iya sih, itu ada benarnya. Tapi aku lelah. Akhirnya setiap pagi bangun tidur dengan isi kepala yang kusut, malas bertemu orang-orang di lingkungan tersebut. Setiap hari jadi mudah tersulut emosi. Kemudian sore hari langsung ‘mengalihkan pikiran’ pada hal lain dengan cara marathon nonton drama korea atau belanja yang padahal nggak butuh-butuh amat, hehe. Tiap akhir pekan? Rasanya merdeka.
Memori itulah yang langsung terlintas dalam pikiranku ketika minggu
lalu aku mengikuti webinar bertema “Mendeteksi Awal Kelainan pada Kesehatan Mental
Diri Sendiri, Anak, dan Lingkungan Terdekat Serta Pola Penanganannya”. Webinar yang
diselenggarakan oleh Indscript Creative bersama Get Spirit tersebut menghadirkan
dua pemateri yang merupakan psikolog yakni Mbak Theofanny dan Mbak Selly.
Kesehatan Mental, apa sih itu?
Sebelum ngebahas lebih jauh tentang kesehatan mental, harus tau dulu nih apa itu kesehatan mental seperti yang telah dipaparkan oleh Mbak Selly.
Kesehatan mental merupakan kondisi “sejahtera” seseorang, ketika seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu untuk mengelola tekanan yang wajar serta beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif dan berkontribusi dalam kehidupan di lingkungan. (WHO)
Ngomongin Masalah Kesehatan Mental
Masalah kesehatan mental nggak akan muncul tiba-tiba. Pasti ada penyebab yang mendasarinya, misalnya tekanan dalam kehidupan sehari-hari, trauma dengan pengalaman kehidupan yang kurang menyenangkan, perubahan atau masalah fisik yang serius, gaya hidup yang nggak sehat, nggak punya support system, hingga kondisi keluarga yang juga mengalami masalah kesehatan mental.
Sementara tanda-tanda masalah pada kesehatan mental terdiri dari tiga aspek yakni pikiran, perasaan, dan perilaku :
- Pikiran : banyak pemikiran negatif, nggak bisa berpikir jernih sehingga sulit membuat keputusan, lebih lamban dalam berpikir, dan pemikiran berbeda dengan kenyataan
- Perasaan : perubahan emosi yang cepat, merasa nggak berdaya (putus asa), mudah merasa sedih, marah, cemas, dan takut (lebih dari biasanya), atau bahkan sebaliknya bisa jadi mati rasa
- Perilaku : nggak punya energi untuk beraktivitas, menghindari pekerjaan atau lingkungan, hanya ingin sendiri, sulit makan atau tidur, atau juga bisa sebaliknya yakni makan atau tidur berlebihan, berkelahi dengan orang lain
Kalo diinget-inget lagi ketika aku masih berada di lingkungan kerja
yang kusebut toksik itu, entah aku hanya burnout atau apalah itu. Tapi yang pasti
aku nggak menyepelekan apa yang aku rasakan tapi juga nggak membesar-besarkan.
Nggak self diagnose juga karena kalo mau tau secara pasti sebaiknya konsultasi
sama ahlinya seperti psikolog dan psikiater. Satu hal yang harus kita pahami
juga, bahwa kondisi kesehatan mental setiap orang jelas berbeda. Nggak bisa
dibanding-bandingkan bahkan disepelekan.
Merawat Kesehatan Mental
Layaknya bunga yang dirawat sepenuh hati agar tumbuh indah dan cantik, kesehatan mental pun perlu dirawat agar tumbuh bahagia. Pada webinar minggu lalu ada beberapa cara untuk merawat kesehatan mental, yakni seperti berikut :
- Self Awareness (kesadaran diri) : memahami kelebihan dan kelemahan diri, mengenal personal value, dan memahami tujuan hidup
- Self Worth (keberhargaan diri) : menghargai diri sendiri karena rasa keberhargaan diri tidak ditentukan oleh kriteria tertentu
- Self Acceptance (penerimaan diri) : memaafkan diri sendiri, menerima bahwa diri tidak sempurna, dan berhenti mengkritik kekurangan
- Self Love (mencintai diri) : merasa percaya, menghargai diri, dan kemampuan diri sendiri
Melengkapi keempat cara diatas, perlu juga Self Care seperti beribadah, olahraga, melakukan hobi, makan dan minum favorit, menulis jurnal, merawatan tubuh, tidur atau istirahat yang cukup, bahkan bisa juga dengan social media detox.
Akhirnya setelah melewati beberapa tahun di lingkungan kerja yang
kusebut toksik, memilih resign adalah pilihan yang sangat tepat untukku saat
itu dan nggak pernah aku sesali hingga detik ini. Meski di tempat baru permasalahan
lain pasti tetap ada, tapi tetap aku nikmati semua prosesnya. Bisa dibilang
berkat keputusan itu, hari ini aku sangat jauh lebih lebih lebih baik dari saat
itu. Keputusan resign (dengan penuh pertimbangan banyak hal) tersebut ternyata
sangat berpengaruh pada kesehatan mentalku.
Kesehatan Mental Diri Sendiri, Anak, dan Lingkungan Sekitar
Kalo dulu orang-orang belum aware pada masalah kesehatan mental, beruntung sekarang makin banyak yang aware jadi bisa semakin mudah dilakukan deteksi dini kelainan kesehatan mental. Deteksi dini kelainan kesehatan mental nggak hanya berlaku untuk diri sendiri aja, tapi juga untuk anak, keluarga, bahkan lingkungan sekitar. Tapi tetap sebaiknya lakukan dengan ahlinya seperti psikolog atau psikiater, jangan self diagnose.
Saat ini mencari layanan konsultasi dengan psikolog semakin mudah
dilakukan. Bahkan untuk konsultasinya sendiri bisa dilakukan secara offline maupun
online seperti lembaga psikolog di Bandung yakni Get Spirit.
Tentang GET SPIRIT
Get Spirit merupakan lembaga yang menyediakan jasa layanan training, konseling, dan psikolog di Bandung. Yaaah berarti kalo pengen konsultasi harus ke Bandung dong? Tenang.. Get Spirit juga menyediakan layanan konsultasi psikologi online loh, jadi buat temen-temen yang diluar Bandung tetap bisa konsultasi ya tanpa harus datang ke kliniknya ya.
Nah, lalu cara konsultasi ke psikolog Get Spirit gimana? Temen-temen bisa menghubungi via whatsapp atau cek juga akun media sosial Get Spirit untuk info lebih lengkapnya.
Tapi apakah konsultasi psikolog online seperti yang dilakukan Get
Spirit ini hasilnya akan tetap maksimal dan tepat sasaran? Menurutku karena
para psikolog di Get Spirit ini kebanyakan sudah berpengalaman maka hasilnya
akan tetap maksimal. Seperti Mbak Azalia Cindy Permadi founder Get Spirit yang
memiliki pengalaman karir yang mumpuni.
Profil Founder Get Spirit
Mbak Azalia Cindy Permadi, M.Psi., Psikolog |
Mbak Azalia Cindy Permadi, M.Psi., Psikolog founder Get Spirit merupakan lulusan S1 Fakultas Psikolog Universitas Kristen Maranatha dan S2 Magister Profesi Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Hingga saat ini beliau telah berkarir sebagai associate psikolog di berbagai biro psikologi, recruiter calon karyawan Bank Indonesia, recruiter calon karyawan PT Telkom, dan recruiter Badan Kepegawaian Negara.
Mbak Theofanny |
Adapun Mbak Theofanny merupakan lulusan S1 Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha dan S2 Magister Profesi Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Hingga saat ini beliau telah berkarir sebaagi associate psikolog dan grafolog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar