Senin, 15 Januari 2024

Perjalananku Belajar Mengelola Keuangan Pribadi

Kapan ya terakhir kali aku posting blog tentang keuangan? Lupa saking udah lamanya, wkwk. Jadilah kali ini aku pengen posting tentang keuangan lagi. Setelah beberapa waktu berpikir keras apa yang mau bagikan, akhirnya aku putuskan untuk berbagi pengalaman tentang perjalanan belajar mengelola keuangan pribadi.

Aku bukan seorang ahli dalam keuangan. Bahkan mungkin kemampuanku baru sebatas sampai mengelola keuangan pribadi. Tapi rasanya beberapa tahun terakhir ini aku telah mengelola keuangan pribadiku dengan baik. Nggak mau nyimpen pengalaman sendirian, jadi semoga tulisanku ini bermanfaat untuk temen-temen semua yang baca.


# yang aku lakukan dengan uang jajanku saat sekolah

Sebenernya, kapan kita mulai belajar mengelola keuangan? Menurutku dari masih saat di bangku sekolah. Inget banget waktu masih sekolah aku dikasih uang jajan perminggu cukup nggak cukup harus cukup, haha. Jadi jaman sekolah tuh kalo mau jajan ya mesti liat dulu uang jajanku adanya berapa. Tapi itu untuk urusan uang jajan aja sih, kalo misal harus fotokopi segala macem masih bisa minta lagi (tapi nggak boleh bohong). Trus inget juga waktu SD aku diajarin sama guru untuk nabung dari menyisihkan uang jajan. Dipikir-pikir waktu itu seru juga, berusaha hemat nggak banyak jajan biar bisa nyisihin uang jajan buat nabung.

Masuk bangku kuliah ceritanya agak beda dikit. Masih dengan dikasih uang jajan perminggu yang harus dicukup-cukupin, tapi kalo mau uang jajan lebih aku harus berprestasi dan dapet beasiswa. Yups, itu tantangan dari orangtuaku. Btw, aku berasal dari keluarga menengah. Biaya sekolah udah pasti ditanggung oleh orangtuaku. Tapi orangtuaku bukan tipe orang yang dengan mudah mengabulkan permintaan anak-anaknya. Mesti ada perjuangannya dulu gitu deh. Waktu aku kuliah, aku pernah dapet IP lumayan dan lolos seleksi beasiswa. Orangtuaku bilang biaya SPP tetep mereka yang bayar dan uang beasiswanya boleh aku gunakan untuk apapun, hehe. Gitu deh tiap kali dapet beasiswa.  


# awal bekerja gajiku tak seberapa

Lulus kuliah kemudian bekerja. Tempat kerjaku kala itu di deket rumah, nggak merantau karena nggak diizinin sama orangtua. Padahal mah jiwa ini pengen banget melangkahkan kaki sejauh mungkin biar bisa melihat dunia sambil bekerja, wkwk. 

Waktu itu gajiku jauh dibawah standar UMR. Di satu sisi ada hal yang masih bisa aku syukuri yakni aku masih tinggal di rumah orangtua jadi nggak perlu ngekost dan makan pun masih dari orangtua. Tapi disisi lain ya pas-pasan aja gitu pemasukannya, wkwk. Trus sebagai pegawai emang harusnya dapet imbalan yang layak juga kan ya karena saat itu pekerjaanku pun menguras waktu, tenaga, dan pikiran. Dipikir-pikir sedih juga waktu itu, haha. Dengan gaji sekian aku tetep berusaha untuk nabung. Tapi jujur waktu itu aku belum kepikir tujuan nabungnya buat apa. Asal nabung tiap bulan aja gitu, padahal menabung justru harus ada tujuan jelasnya. 


# membiasakan diri nggak berhutang untuk gaya hidup

Mungkin ini ada pengaruhnya dari kebiasaanku waktu sekolah kali ya. Seperti yang udah aku ceritain di awal kalo waktu sekolah aku dikasih uang jajan yang perminggunya tuh cukup nggak cukup ya harus cukup. Dari situ jadi terbiasa untuk menyesuaikan pengeluaran nggak lebih dari pemasukan, punya gaya hidup yang sesuai budget, nggak mau berhutang, dan lain sebagainya. Lagian, kalo punya hutang tuh rasanya kepikiran banget ya nggak sih? Makanya untuk gaya hidup aku selalu berusaha sederhana aja.

Untuk hal-hal diluar gaya hidup selagi aku bisa mengusahakannya dengan cara menabung, ya aku nabung dulu aja baru beli barangnya. Misal waktu dulu pertama kali aku butuh laptop buat kerja, sekitar satu tahun aku nabung dulu dari gajiku yang pas-pasan itu, hihi. Dapet lah sekitar 3,5 juta trus beli laptop yang harganya 3,2 juta. Ada sih laptop yang menarik perhatianku tapi harganya 4 juta lebih. Tetehku bilang kalo mau yang itu gapapa nanti kekurangannya minjem dulu dari dia. Tapi aku nolak dengan alasan nggak mau kepikiran cicilan, hahaha.


# membelanjakan uang untuk hal yang bersifat investasi

Waktu usia awal 20-an meski aku nabung tanpa tujuan keuangan yang jelas, tapi inget banget waktu itu aku lebih memilih untuk membelanjakan uang untuk hal yang bersifat investasi (btw, investasi bentuknya nggak cuma uang kan ya). Alasannya biar nggak menyesal di kemudian hari, itu sih yang kepikir waktu itu. Jadi aku gunakan uang tabunganku untuk ambil kursus bahasa, nambah skill untuk kemajuan karirku, dan puncaknya di usia 25 tahun aku pengen lanjut S2. Kebetulan juga dulu aku belum seneng traveling, jadi makin mantep aja sih aku menggunakan uangku untuk hal-hal tersebut.

Sekarang pun tetep sama, cuman bedanya sekarang aku udah punya tujuan jelas menabung untuk apa. Tahun lalu aku menyisihkan sebagian kecil dari gajiku untuk self reward ulang tahunku. Setelah galau mau ngasih hadiah apa buat diri sendiri, akhirnya aku beli emas ketimbang hal konsumtif lain, hehe. Nggak bermaksud pamer karena nggak seberapa kok nilai emasnya juga, tapi alhamdulillah cukup bikin diri sendiri seneng.

Btw, apakah aku sekaku itu dalam membelanjakan uang? Nggak juga kok. Aku tetep seimbang menurut versiku sendiri. Sesekali kalo aku emang pengen belanja barang konsumtif ya nggak apa-apa. Tapi emang jumlahnya nggak pernah sampe gede banget. Seperlunya dan sewajarnya aja, karena rasanya udah jadi kebiasaanku juga kalo aku lebih mudah mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk hal yang bersifat investasi. Sementara untuk barang konsumtif harga 400 ribu aja aku masih mikir sekian kali, hehe.


# pemasukan bertambah bukan berarti otomatis mampu beli barang mahal

Seiring berjalannya waktu aku pindah tempat kerja dan alhamdulillah pemasukanku pun bertambah. Godaan pengen naikin gaya hidup udah pasti ada. Jujur aku berusaha untuk tetap punya gaya hidup sederhana sewajarnya semampunya. Kalo godaan datang, berkali-kali aku memperingatkan diriku sendiri untuk tetap sederhana dan nggak konsumtif. Trus juga berusaha mengelilingi diri dengan orang-orang yang pemahaman keuangannya hampir sama denganku biar nggak kebawa arus.

Dalam hal ini salah satu contohnya yaitu misalnya (misal ya misal ini mah) gajiku setara UMR Kota Bandung. Dengan jumlah gaji sekian aku nggak bisa otomatis bilang kalo barang yang harganya 500 ribu itu murah dan mampu aku beli saat itu juga. Meski mungkin aku bisa-bisa aja langsung beli barangnya. Tapi tetep harus aku pikirin apakah aku akan beli barang itu tapi nabung dulu atau mending beli barang serupa dengan kualitas sama tapi harga lebih terjangkau karena sekarang banyak kok produk lokal yang punya kualitas bagus tapi harga lebih terjangkau.

Ada satu kebiasaan yang cukup menolongku dalam hal ini, yaitu aku melihat dan memperlakukan barang yang aku punya sama rata (nggak berdasarkan harga). Itulah yang pada akhirnya bikin aku jadi orang yang nggak memuja-muja brand mahal untuk aku pakai. Aku juga lebih suka brand lokal dengan kualitas sama tapi harga yang lebih terjangkau.


# aku belum menikah dan nggak ada tanggungan, tapi ...

Beberapa orang yang hanya melihat dari luar mungkin akan berkomentar, “kamu mah enak belum nikah dan nggak ada tanggungan, blablabla”. Hmm… Iya emang aku belum menikah dan nggak ada tanggungan, tapi aku dididik untuk bertanggung jawab atas hidupku sendiri termasuk dalam hal keuangan.

Selepas lulus S1 aku bener-bener nggak dibiayain lagi sama orangtuaku. Dari situ aku belajar untuk mencukupi kebutuhanku sendiri. Begitu pun kalo aku punya impian yang ingin aku raih, ya aku juga harus berusaha mewujudkannya dengan usahaku sendiri. Jadi meski aku belum menikah dan nggak ada tanggungan, aku harus tetep kerja dan menabung untuk mempersiapkan bekal masa depanku nantinya. 

Karena hal itu pula yang pada akhirnya bikin aku punya pemahaman bahwa aku bener-bener harus punya persiapan yang matang untuk masa depanku. Bukan ragu akan rezeki atau mendahului takdir, tapi aku menganggap hal ini sebagai tanggung jawab atas hidupku sendiri untuk kedepannya. 


# usia awal 30 baru mulai bikin alokasi untuk masa depan, gapapa …

Usia 20-an yang kuhabiskan dengan struggle karena keuangan yang pas-pasan sementara saat itu aku juga dalam perjalanan mewujudkan cita-citaku. Jujur bikin tabunganku pas-pasan juga dan hampir terkuras habis sih, haha. Tapi hal itu nggak bikin aku nyesel sih karena aku membelanjakan uangku untuk hal-hal baik yang ternyata manfaatnya mulai aku rasakan saat ini. 

Akhirnya usia awal 30-an baru kepikiran untuk mengelola keuangan pribadiku dengan lebih baik lagi. Aku mulai menuhin dana darurat, nyiapin tabungan jangka pendek, tabungan jangka panjang, dan lain sebagainya. Bener-bener ngebagi alokasi gajiku dengan lebih detail dan terperinci lagi. Mungkin agak telat karena baru ngelakuin hal ini di usia awal 30-an, tapi nggak apa-apa. Setiap orang punya waktunya masing-masing termasuk dalam hal mengelola keuangan. Jadi tetaplah melakukan yang terbaik berapapun usia kita, dan tentunya teruslah belajar untuk menjadi lebih baik lagi.


# mulai nyoba produk investasi tapi yang aman

Akhirnya setelah mulai terbiasa mengelola keuangan yang lebih detail dan nggak lupa tetep belajar juga tentang literasi keuangan, mulai terpikir juga untuk investasi. Tapi jujur sampe saat ini aku belum berani nyoba investasi yang beresiko tinggi. Mungkin karena ngerasain banget kalo nyari uang tuh susah ya, jadi rasanya nggak rela aja gitu kalo harus ngerasain 'uang hilang' akibat investasi dengan resiko tinggi, hehe. Jadilah sampe saat ini aku masih ambil yang aman aja seputaran deposito dan logam mulia meski pertumbuhan keuntungannya cukup lambat.


Yuhuu, sekian cerita tentang perjalananku belajar mengelola keuangan pribadi. Aku masih akan terus belajar dan memperbaiki bagian yang kurang dalam perjalananku. Btw, postingan blog selanjutnya aku pengen cerita juga tentang caraku mengelola keuangan pribadi biar terus nyambung dan lengkap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lima Tantangan Ramadan yang Ingin Aku Jadikan Kebiasaan

Tiap bulan ramadan tiba rasanya senenggg banget. Seneng karena masih diizinkan Allah SWT ketemu sama bulan ramadan lagi. Waktu bergulir, kir...